Jumat, 08 Desember 2017
Minggu, 19 November 2017
Kamis, 09 November 2017
HADIS-HADIS SALING MENGHORMATI DALAM KOMUNIKASI
HADIS-HADIS SALING MENGHORMATI DALAM KOMUNIKASI
Saling menghormati terdiri dari dua kata yaitu kata saling dan kata menghormati,
kata saling adalah kata untuk
menerangkan perbuatan yang berbalas-balasan. Menghormati terambil dari kata
hormat yang berarti menaruh hormat kepada, menghargai, menjunjung tinggi,
mengakui dan mentaati[1].
Jadi saling menghormati dalam komunikasi adalah adanya saling menghargai,
saling menjunjung tinggi dan saling saling menaati aturan dalam berbagai aspek
komunikasi yang dilakukan manusia.
Manusia dalam kehidupannya selalu
berkomunikasi, tata cara dalam berkomunikasi atau etika dalam berkomunikasi
merupakan hal yang harus diperhatikan untuk menjalin hubungan yang harmonis baik
antar pribadi maupun dalam sebuah organisasi.
Etika komunikasi itu menggambarkan bagaimana tutur
bahasa yang sopan, nada bicara yang lembut dan bahkan mimik wajah yang ramah
ditunjukan kepada lawan bicara. [2]
Maka berikut ini penulis mencoba menelusuri hadis-hadis terkait dengan saling
menghormati dalam berkomunikasi.
a) Tidak memotong
pembicaraan
Jika mengkritik gunakan bahasa yang lugas dan
santun, jangan sampai memotong pembicaraan yang sedang berlangsung, seorang
arab Badui pernah bertanya kepada rasul tentang hari kiamat, tetapi saat
itu rasul sedang berbicara dalam sebuah majelis. Pertanyaan dan sanggahan arab Badui
itu baru direspon nabi setelah selesai pembicaraan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ سِنَانٍ قَالَ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ ح و حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ
الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُلَيْحٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي
قَالَ حَدَّثَنِي هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ
فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ
بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ
لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنْ
السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتْ
الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا
وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
BUKHARI
- 57) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan berkata, telah
menceritakan kepada kami Fulaih. Dan telah diriwayatkan pula hadits serupa dari
jalan lain, yaitu Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Mundzir berkata,
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fulaih berkata, telah menceritakan
kepadaku bapakku berkata, telah menceritakan kepadaku Hilal bin Ali dari Atho'
bin Yasar dari Abu Hurairah berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
berada dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba datanglah seorang
Arab Badui lalu bertanya: "Kapan datangnya hari kiamat?" Namun Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tetap melanjutkan pembicaraannya. Sementara itu
sebagian kaum ada yang berkata; "beliau mendengar perkataannya akan tetapi
beliau tidak menyukai apa yang dikatakannya itu, " dan ada pula sebagian
yang mengatakan; "bahwa beliau tidak mendengar perkataannya." Hingga
akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan pembicaraannya, seraya
berkata: "Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?" Orang
itu berkata: "saya wahai Rasulullah!". Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya
kiamat". Orang itu bertanya: "Bagaimana hilangnya amanat itu?"
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab :"Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan
tunggulah terja dinya kiamat” [3]
Jalur sanad nya ada 2 yaitu Abdur Rahman bin Shakhr - Atha' bin Yasar- Hilal bin 'Ali bin Usamah - Fulaih bin Sulaiman bin Abi Al
Mughirah -Muhammad bin Sinan Dan jalur kedua yaitu Abdur Rahman bin Shakhr - Atha' bin Yasar - Hilal bin 'Ali bin Usamah - Fulaih bin Sulaiman bin Abi Al
Mughirah - Muhammad bin Fulaih bin Sulaiman – Ibrahim Bin Al Mundzir bin
Abdullah.
Menurut Ibnu Hajar al
'Asqalani sanad pada jalur satu Fulaih bin Sulaiman bin Abi Al
Mughirah memiliki
banyak salah.[4]
Dan pada jalur kedua terdapat sanad Fulaih bin Sulaiman bin Abi Al
Mughirah dan Muhammad bin Fulaih bin Sulaiman yang dinilai sebagai orang yang
memiliki kekurangan dalam hafalan. hadis penguat terhadap hadis bukhari nomor
57, terdapat 1 hadis yang diriwayatkan Bukhari Nomor 6015.
Di dalam Hadits ini Rasul mencontohkan etika dan adab menjawab
pertanyaan ketika proses pembelajaran dan pembahasan yang berbeda (diluar tema
Pembahasan). Orang badui bertanya kepada Rasul kapan kiamat, sedang Rasul
mengajarkan lain kepada para sahabatnya (Pembahasan yang lain). Maka Nabi tidak
memotong pelajarannya tetapi melanjutkan dan menyelesaikan sampai selesai
pelajarannya[5].
b) Membicarakan
kebaikan
حَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
(BUKHARI - 5994) : Telah menceritakan kepada
kami Abdul Aziz bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd
dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata baik atau diam, dan
barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menyakiti
tetangganya, dan barang siapa beriaman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya
ia memuliakan tamunya." [6]
Hadis ini termasuk jawami’ al
kalim[7] karena perkataan itu kalau tidak baik pasti
jelek, atau bermuara kepada salah satunya, yang termasuk perkataan yang baik,
segala perkataan yang dianjurkan dalam syariat baik yang wajib atau pun yang
sunnah, sehingga perkataan jenis ini dengan segala bentuknya diperbolehkan.
Begitu pula semua perkataan yang mengarah kepada sesuatu yang buruk, seseorang
diperintahkan untuk diam.[8]
Jika belum jelas atau atau bersifat mubah dianjurkan untuk ditinggalkan dan
disunnahkan menahan diri untuk mengatakannnya.[9]
c) Tidak
tergesa dan mendahulukan yang lebih tua.
Dalam suatu pembicaraan Nabi pernah mengungkap
atau melempar pertanyaan “Sesungguhnya diantara pohon ada suatu
pohon yang tidak jatuh daunnya. Dan itu adalah perumpamaan bagi seorang muslim,
pohon apakah itu".
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا
وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي
شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا
النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ
(BUKHARI - 59) : Telah menceritakan kepada kami
Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari
Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Sesungguhnya diantara pohon ada suatu pohon yang tidak
jatuh daunnya. Dan itu adalah perumpamaan bagi seorang muslim". Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Katakanlah kepadaku, pohon apakah
itu?" Maka para sahabat beranggapan bahwa yang dimaksud adalah pohon yang
berada di lembah. Abdullah berkata: "Aku berpikir dalam hati pohon itu
adalah pohon kurma, tapi aku malu mengungkapkannya. Kemudian para sahabat
bertanya: "Wahai Rasulullah, pohon apakah itu?" Beliau shallallahu
'alaihi wasallam menjawab: "Pohon kurma".[10]
Jalur
sanad hadis ini satu yaitu Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin ufail- "Abdullah bin Dinar, maula Ibnu 'Umar"- Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir, Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah,
skema muttasil dan marfu’. Hadis penguat yaitu hadis Bukhari
nomor 60, 70, 128, 5028 Hadis Muslim
Nomor 5027, Hadis At Tirmidzi 2793,
Hadis Ahmad nomor 4371, 4627, 5023, 6179 Hadis Darimi 284.[11]
d) Jangan
banyak bicara
Akan sulit bagi seseorang untuk mengontrol
perkataannya bila terlau banyak bicara (bicara berlebihan) karena tidak menutup
kemungkinan terselip kebohongan, menggunjing orang, mencaci dan menghina. Maka
ketika berkomunikasi dengan seseorang cukuplah yang penting dan seperlunya.
Dalam hadis ini disebutkan banyak bicara dapat mengeraskan hati.
.
حَدَّثَنَا أَبُو
عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي ثَلْجٍ الْبَغْدَادِيُّ صَاحِبُ أَحْمَدَ
بْنِ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَاطِبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُكْثِرُوا
الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ
اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْ اللَّهِ الْقَلْبُ
الْقَاسِي حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي النَّضْرِ حَدَّثَنِي أَبُو
النَّضْرِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حَاطِبٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَحْوَهُ بِمَعْنَاهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
حَاطِبٍ
(TIRMIDZI - 2335) : Telah menceritakan
kepada kami Abu 'Abdillah Muhammad bin Abu Tsalj Al Baghdadi sahabat Ahmad bin
Hambal, telah menceritakan kepada kami 'Ali bin Hafsh telah menceritakan kepada
kami Ibrahim bin 'Abdillah bin Hatib dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Janganlah
kalian banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah, karena banyak bicara tanpa berdzikir
kepada Allah membuat hati menjadi keras, dan orang yang paling jauh dari Allah
adalah orang yang berhati keras." Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar
bin Abu An Nadlar telah menceritakan kepada kami Abu An Nadlar dari Ibrahim bin
Abdullah bin Hatib dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu
'alaihi wa Salam dengan hadits yang semakna. Abu Isa berkata: Hadits ini hasan
gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Ibrahim bin Abdullah bin
Hatib.[12]
Jalur sanadnya ada 2 yaitu Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab
bin Nufail - "Abdullah bin Dinar, maula Ibnu
'Umar" - Ibrahim bin 'Abdullah bin Al Harits - Ali bin Hafsh -Muhammad bin 'Abdullah bin Isma'il
bin Abi Ats Tsalji
dan Jalur kedua yaitu Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab
bin Nufail - "Abdullah bin Dinar, maula Ibnu
'Umar" - Ibrahim bin 'Abdullah bin Al Harits- Hasyim bin Al Qasim bin Muslim bin
Miqsam - Abu Bakar bin An Nadlir bin Abu An
Nadlir bin Hasyim. Skema :
Muttashil dan kedudukannya marfu’hadis penguat
ibnu majah nomor 4183. [13].
e) Pemilihan
Kata/kalimat
Jika melakukan komunikasi hendaknya memilih
kata-kata yang baik dan tepat untuk diucapkan. Setiap ucapan yang diucapkan
tidak akan pernah kembali, pikirkan sebelum mengungkapkannya. Kata-kata yang santun sangat bermanfaat bagi
kemaslahatan umat dan lebih dicintai oleh Allah SWT.
َدَّثَنَا أَبُو
بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ
قَالَ مَرَّ بِهِ رَجُلٌ لَهُ شَرَفٌ فَقَالَ لَهُ عَلْقَمَةُ إِنَّ لَكَ رَحِمًا
وَإِنَّ لَكَ حَقًّا وَإِنِّي رَأَيْتُكَ تَدْخُلُ عَلَى هَؤُلَاءِ الْأُمَرَاءِ
وَتَتَكَلَّمُ عِنْدَهُمْ بِمَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَتَكَلَّمَ بِهِ وَإِنِّي
سَمِعْتُ بِلَالَ بْنَ الْحَارِثِ الْمُزَنِيَّ صَاحِبَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ
اللَّهِ مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَإِنَّ أَحَدَكُمْ
لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ اللَّهِ مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا
بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ بِهَا سُخْطَهُ إِلَى يَوْمِ
يَلْقَاهُ قَالَ عَلْقَمَةُ فَانْظُرْ وَيْحَكَ مَاذَا تَقُولُ وَمَاذَا تَكَلَّمُ
بِهِ فَرُبَّ كَلَامٍ قَدْ مَنَعَنِي أَنْ أَتَكَلَّمَ بِهِ مَا سَمِعْتُ مِنْ
بِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ
(IBNU MAJAH
- 3959) : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Bisyr telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin 'Amru telah menceritakan kepadaku Ayahku dari ayahnya 'Alqamah bin
Waqash dia berkata, "Seorang laki-laki bangsawan melintas di hadapannya, lalu
'Alqamah berkata kepadanya, 'Sesungguhnya kamu memiliki hubungan silaturrahim
dan hak, dan sungguh aku melihatmu mendatangi para pejabat lalu kamu berbicara
dengan apa yang telah Allah kehendaki dari pembicaraanmu. Sungguh, aku telah
mendengar Bilal bin Al Harits Al Muzani -seorang sahabat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam- berkata, 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sungguh salah seorang dari kalian akan mengatakan suatu ucapan yang
diridlai oleh dan ia tidak mengira akan balasannya, lalu Allah 'azza wajalla
mencatatnya dalam keridlaan-Nya sampai Hari Kiamat. Dan sungguh, salah seorang
dari kalian akan mengucapkan suatu perkataan yang dimurkai oleh Allah dan ia
tidak mengira akan akibatnya, lalu Allah mencatat dalam kemurkaan-Nya hari
ketika bertemu dengan-Nya" Bilal bin Al Harits Al Muzni berkata,
"'Alqamah berkata, 'Berapa banyak perkataan yang saya tahan karena hadits
Bilal bin Al Harits tersebut'." [14]
Jalur
sanad hadis 1 yaitu Bilal bin Al Harits,
Alqamah bin Waqash bin Mihshan, Amru bin 'Alqamah bin Waqash Muhammad bin 'Amru bin 'Alqamah bin
Waqash Muhammad bin Bisyir bin Al Furafashah, Abdullah bin Muhammad bin Abi
Syaibah Ibrahim bin 'Utsman, menurut Ahmad bin Hambal Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin 'Utsman
adalah shaduq tetapi Abu Hatim mentsiqahkannya. skema muttasil, kedudukan marfu’.[15]
[2] Muhammad,Mufid,
Etika dan Filsafat Komunikasi.(Jakarta
: Kencana, 2009) h. 185-186
[3] Muhammad
Ibn Isma’il ibn Ibrahim al Mughirah ibn Bardizbah al Ju’fi al Bukhari, Shahih
Bukhari … h.103
[4] www.kutubun.ga/bukhari/57 Siapa
yang bertanya tentang ilmu sedang dia terus menyampaikan pertanyaaan (download
tanggal 25 Oktober 2017 pukul 14.46 Wib)
[6] Muhammad
Ibn Isma’il ibn Ibrahim al Mughirah ibn Bardizbah al Ju’fi al Bukhari, Shahih
Bukhari … h.116
[7]
Perkataan ringkas tapi mengandung makna yang luas
[8] Al
Asqalani, ibn Hajar, Fathu al Bari .. h. 12/60
[9] Muslim
ibn Anas al Hajjaj al Naisaburi, Shahih Muslim … h. 209 .
[10] Muhammad
Ibn Isma’il ibn Ibrahim al Mughirah ibn Bardizbah al Ju’fi al Bukhari, Shahih
Bukhari … 107
[12] Muhammad
bin Isa bin Saurah al Tirmizi, Sunan al-Tirmizi … h.433
[13] www.kutubun.ga/tirmidzi/2335 lain-lain
(download tanggal 25 Oktober 2017 pukul 17.03 Wib)
[14] Ibnu
Majah, Sunan ibnu Majah ... 465
[15]
www.kutubun.ga/ibnu majah/3959, menjaga lisan saat terjadi fitnah, (download
tanggal 25 Oktober 2017 pukul 20.00 Wib)
HADIS KRITIK MEMBANGUN
HADIS KRITIK MEMBANGUN
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kritik diartikan kecaman
atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk
terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya; Kritik Membangun adalah kritik yang bersifat memperbaiki.[1]
.
Berdasarkan pengertian diatas kritik merupakan catatan
penilaian atau tanggapan terhadap pendapat/perbuatan/karya seseorang. Kritik
harus dibedakan dari memcaci atau mengecam, Inti dari kritik adalah menilai,
dan menilai itu harus obyektif. Kritik membangun akan meningkatkan prilaku
seseorang sehingga mendorong perubahan yang positif, sedangkan kritik tidak
membangun akan menyakiti dan mendiskriditkan orang lain. ketika menyampaikan kritikan seseorang harus
mempertimbang baik buruknya bagi yang dikritik, jangan sampai kritikan tersebut
justru merendahkan atau menghujat. Kritikan sifatnya positif dan fokus pada
persoalan yang dikritik.
Bagaimanakah tuntunan Islam terhadap perbuatan krirtik
mengkritik, maka penulis mencoba memaparkannya
berdasarkan penjelasan hadis, sebagai berikut :
a) Mengkritik
bukan Menghibah
Perbuatan ghibah dan kritik sama-sama membicara
kebaikan dan kesalahan orang lain, bedanya ghibah tanpa dihadiri orang yang
bersangkutan, sedangkan kritik kecaman
atau tanggapan yang ditujukan kepada seseorang
secara langsung. Sebagaimana tertuang pada hadis sebagai berikut :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ
وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا
الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا
يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ
فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
(MUSLIM
- 4690) : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu
Hujr mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma'il dari Al A'laa dari
Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
bertanya: "Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab;
'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: 'Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu
yang tidak ia sukai.' Seseorang bertanya; 'Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut
engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya
ucapkan? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Apabila benar apa
yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya.
Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah
membuat-buat kebohongan terhadapnya.'[2]
Imam Nawawi mengatakan ghibah adalah menyebutkan kejelekan orang
lain di saat ia tidak ada saat pembicaraan[3]. Ghibah adalah pertanyaan terlarang berkaitan
dengan urusan pribadi seseorang, apalagi yang berkaitan dengan aib atau
keburukan, sebab dapat merusak hubungan antar sesama dalam kehidupan sosial. Berbeda dengan kritik, yaitu pertanyaan,
sanggahan dan penilaian baik atau buruk terhadap seseorang yang langsung
disampaikan kepada yang bersangkutan untuk perbaikan kedepan.
Hadis yang senada dengan ini terdapat pada
Sunan Abu Daud Nomor 4231 Bab penjelasan
tentang ghibah, dalam hadis tersebut dijelaskan
bahwa ketika "Rasulullah ditanya, tentang
ghibah?" beliau menjawab: "Engkau menyebut tentang saudaramu yang ia
tidak sukai." Beliau ditanya lagi, "Bagaimana pendapatmu jika apa
yang ada pada saudaraku sesuai dengan yang aku omongkan?" Beliau menjawab:
"Jika apa yang engkau katakan itu memang benar-benar ada maka engkau telah
berbuat ghibah, namun jika tidak maka engkau telah berbuat fitnah."[4]
Terdapat juga pada Sunan Tirmidzi Nomor 1857, Hadits semakna juga diriwayatkan dari
Abu Bazrah, Ibnu Umar dan Abdullah bin Amr. Abu Isa berkata; Ini adalah hadits
hasan shahih.[5].
Berkaitan dengan ghibah juga terdapat
pada Sunan Ahmad yaitu pada nomor 8625 dan 8648.
Sebagaimana
yang dicontohkan dalam Alqur’an bahwa malaikat pun pernah menyampaikan
kritiknya kepada Allah SWT mengenai penciptaan Nabi Adam AS, bahwa penciptaan
manusia tersebut akan membuat pertumpahan darah dimuka bumi ini QS. Al-Baqarah (2) : 30, maka bila mengkritik,
lakukanlah secara benar bukan malah jatuh kepada ghibah
Jalur
sanad hadis Muslim nomor 4690 ada tiga, yaitu jalur satu Abdur Rahman bin Shakhr - Abdur Rahman bin Ya'qub -
Al Alaa bin 'Abdur Rahman bin
Ya'qub - Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir - Yahya bin Ayyub. Jalur kedua yaitu Abdur Rahman bin Shakhr - Abdur Rahman bin Ya'qub - Al Alaa bin 'Abdur Rahman bin
Ya'qub - Isma'il
bin Ja'far bin Abi Katsir – Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin
'Abdullah, Jalur ketiga
yaitu Abdur Rahman bin Shakhr - Abdur Rahman bin Ya'qub - Al Alaa bin 'Abdur Rahman bin
Ya'qub - Isma'il
bin Ja'far bin Abi Katsir - Ali bin Hajar bin Iyas
Dari ketiga jalur ini yang berbeda
adalah dijalur pertama terdapat Yahya bin Ayub wafat tahun 234 H,
negeri semasa hidupnya Baghdad dan menurut Ibnu Hajar
al 'Asqalani bahwa Yahya bin Ayub adalah tsiqah, pada
jalur kedua terdapat Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah,
wafat tahun 240 H, negeri semasa hidupnya Hims dan menurut Ibnu
Hajar al 'Asqalani bahwa Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin
'Abdullah adalah tsiqah[6]
dan pada jalur ketiga terdapat Ali bin Hajar bin Iyas wafat tahun 244 H, negeri semasa hidupnya Baghdad
dan menurut An Nasa'i bahwa Ali bin Hajar bin Iyas adalah tsiqah.
b) Kritik
disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan.
Dalam menyampaikan kritik harus langsung kepada
yang bersangkutan dengan melihat momen atau waktu yang tepat, termasuk kondisi pysikologisnya. Dalam komunikasi langsung kedua belah pihak
dapat secara cepat dan tepat dalam menyikapi pesan. Hadis berikut ini memberikan
penjelasan bahwa mengkritik harus berhadapan langsung dengan yang dikritik.
حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ
الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَمَّا قَسَمَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِسْمَةَ حُنَيْنٍ قَالَ رَجُلٌ
مِنْ الْأَنْصَارِ مَا أَرَادَ بِهَا وَجْهَ اللَّهِ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ فَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ثُمَّ قَالَ
رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى مُوسَى لَقَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ
(BUKHARI - 3990) : Telah menceritakan kepada
kami Qabishah Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al A'masy dari Abu
Wail dari Abdullah katanya, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membagi-bagi
rampasan Hunain, ada seorang anshar mengomentari kebijakan Nabi; "Ini
adalah pembagian yang tidak diniati mencari wajah Allah." Maka kudatangi
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan kusampaikan kepada beliau,
"Kritikan" ini. Serta merta wajah beliau berubah kemudian beliau
bersabda: "Kiranya rahmat Allah selalu tercurah kepada Musa yang ia
disakiti lebih banyak daripada ini, namun ia lantas bersabar." [7]
Pasca perang Hunain[8],
Nabi Muhammad SAW memprioritaskan
pembagian ghanimah kepada orang-orang tertentu. seperti Abu
Sufyan bin Harb, Sufyan bin Umayyah Al
Aqra' bin Habis Uyainah bin Hisn dan beberapa orang pembesar
Arab, yaitu masing-masing seratus ekor
unta,. akan tetapi kepada 'Abbas bin Mirdas nabi memberi kurang dari seratus ekor unta. Lantas seorang sahabat dari golongan
ansor mengkritik kebijakan nabi ini
dengan berkata; "Ini betul-betul pembagian yang tidak adil dan tidak mencari
ridha Allah." Kritikan ini
tidak langsung dihadapan Nabi, Maka
ketika hal ini disampaikan kepada Nabi maka
berubahlah raut wajah beliau. Setelah itu, beliau bersabda: "Kalau
begitu, lantas siapa lagi yang akan berlaku adil, jika Allah dan Rasul-Nya saja
(dikatakan) tidak berlaku adil?" Kemudian beliau bersabda lagi:
"Semoga Allah merahmati Musa, sungguh, ia telah disakiti lebih dari ini
lalu ia bersabar[9]
Dalam kasus ini kaum anshor tidak
mengetahui maksud dan tujuan Nabi Muhammad SAW. memberikan lebih banyak pembagian
harta rampasan perang kepada beberapa pembesar Arab dibanding kepada mereka,
padahal maksud Nabi adalah melunakkan hati beberapa pembesar Arab yang baru
memeluk Agama Islam (muallaf) setelah fathul makkah. Akhirnya rasul yang
mendengar tuduhan ini melakukan klarifikasi kepada sahabat.
Jalur sanad hadis Bukhori : 3990
ada satu yaitu : Abdullah bin Mas'ud binbGhafil bin Habib - Syaqiq bin Salamah, Sulaiman bin Mihran, Sufyan bin Sa'id bin Masruq, Qabishah bin 'Uqbah bin Muhammad bin Sufyan., seluruhnya tsiqah. Berdasarkan
penelurusan di Kutubt tis’ah hadis penguat terhadap Hadis Bukhari ini adalah
Hadis Bukhari nomor 3991, 5599, 5635, 5817, 5861 Hadis Muslim 1760, Hadis Ahmad
Nomor 3426, 3707, 3934.[10]
c) Mengkritik
tetapi tidak merendahkan
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan
penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal
dari suatu oragnisasi.[11]
Salah satu nya mengkritik, melakukan kritik terhadap pimpinan tidak dilarang,
asal memiliki alasan dan bukti-bukti yang kuat, bukan karena tendensius atau
upaya menjegal dan menjatuhkan martabat wibawa pemerintah yang sah. Hadis
berikut dapat dijadikan pedoman bagaimana kita melakukan kritik terhadap
pimpinan. Saat Rasul menetapkan Usamah bin Zaid Bin Haritsah untuk memimpin
perang. Sahabat menilai usianya yang masih relatif muda sekitar 18 tahun tidak
akan berhasil memimpin pertempuran menghadapi tentara Romawi, padahal diantara pasukan ada pejuang
mujahidin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar ibn Al Khattab, Abu Ubaidah. Mendengar kritikan dari beberapa sahabat
tesebut nabi menegaskan bagaimana mereka
meragukan kegeniusan dan keberanian Zaid Haritsah yang merupakan ayah kandung
dari Usamah.[12]
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَمَّرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُسَامَةَ عَلَى قَوْمٍ
فَطَعَنُوا فِي إِمَارَتِهِ فَقَالَ إِنْ تَطْعَنُوا فِي إِمَارَتِهِ فَقَدْ
طَعَنْتُمْ فِي إِمَارَةِ أَبِيهِ مِنْ قَبْلِهِ وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ كَانَ
خَلِيقًا لِلْإِمَارَةِ وَإِنْ كَانَ مِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ وَإِنَّ هَذَا
لَمِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ بَعْدَهُ
(BUKHARI - 3919) : Telah menceritakan kepada
kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Said Telah menceritakan
kepada kami Sufyan bin Said Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Dinar
dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma, katanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai pimpinan suatu kaum, dan
mereka mengkritik atas kepemimpinanya. Maka Rasulullah bersabda; "Jika
kalian mengkritik habis-habisan kepemimpinanya, berarti kalian juga mengkritik
habis-habisan kepemimpinan ayahnya sebelum ini. Demi Allah, dia sangat layak
untuk memimpin, dahulu ayahnya diantara manusia yang paling aku cintai, dan ia
(Usamah) sekarang diantara manusia yang paling aku cintai setelahnya." [13]
Hadis-hadis yang menguat hadis diatas antara
lain pada Hadis Bukhari ada 2 yaitu nomor 4109 dan 6650, Pada Hadis Ahmad ada 1
yaitu nomor 5622, pada Hadis Muslim ada
2 yaitu nomor 4452 dan 4453, dan pada Hadis At Tirmidzi ada 1 yaitu
nomor 3752.
Jalur Sanad
Hadis Bukhari 3919 adalah Abdullah
bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail - Abdullah bin Dinar, maula
Ibnu 'Umar - Sufyan
bin Sa'id bin
Masruq, Yahya bin Sa'id bin Farrukh, Musaddad bin Musrihad bin
Musribal bin Mustawrid. Semua tsiqah.
Masruq, Yahya bin Sa'id bin Farrukh, Musaddad bin Musrihad bin
Musribal bin Mustawrid. Semua tsiqah.
d) Mengkritik
disertai dengan argumen
Sayyidina Umar mengkritik pakaian Nabi, saat
akan menerima para pembesar Arab, dengan menyarankan Nabi memakai pakaian dari
bahan sutera, tetapi kritikan tersebut tidak disertai dengan alasan yang kuat.
Hadis berikut menggambarkan bagaimana saran dan kritikan Umar Ibn Khattab
kepada Nabi supaya terlihat lebih gagah dihadapan sahabat ketika khutbah Jum’at
dan disaat menerima para pembesar Arab dengan memakai pakaian yang bahannya
terbuat dari sutera, nabi menjelas sebagai berikut :
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ
عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ
بْنَ الْخَطَّابِ رَأَى حُلَّةً سِيَرَاءَ عِنْدَ بَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اشْتَرَيْتَ هَذِهِ فَلَبِسْتَهَا لِلنَّاسِ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ وَلِلْوَفْدِ إِذَا قَدِمُوا عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذِهِ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ فِي
الْآخِرَةِ ثُمَّ جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْهَا حُلَلٌ فَأَعْطَى عُمَرَ مِنْهَا حُلَّةً فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ كَسَوْتَنِيهَا وَقَدْ قُلْتَ فِي حُلَّةِ عُطَارِدٍ مَا قُلْتَ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَمْ أَكْسُكَهَا
لِتَلْبَسَهَا فَكَسَاهَا عُمَرُ أَخًا لَهُ مُشْرِكًا بِمَكَّةَ و
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي
بَكْرٍ الْمُقَدَّمِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ كُلُّهُمْ عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ ح و حَدَّثَنِي سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ
عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ كِلَاهُمَا عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ حَدِيثِ مَالِكٍ
(MUSLIM - 3851) : Telah menceritakan kepada
kami Yahya bin Yahya ia berkata; Aku membaca Hadits Malik dari Nafi' dari Ibnu
'Umar; Bahwa 'Umar bin Al Khaththab melihat baju sutera di pajang di depan
pintu Masjid, lalu Umar berkata; "Wahai Rasulullah, Alangkah bagusnya
seandainya Anda beli untuk Anda pakai berkhutbah pada hari jum'at', dan di saat
menerima para utusan 'Arab yang datang menghadap Anda." Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menjawab: 'Yang memakai sutera ini hanyalah orang yang tidak
dapat bagian di akhirat. Tidak berapa lama sesudah itu Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam diberi orang beberapa helai pakaian diantaranya kain sutera.
Lalu beliau kirimkan kepada 'Umar sehelai. Maka Umar bertanya; "Ya
Rasulullah! Bagaimana anda menyuruhku untuk memakai baju sutera ini? Bukankah
kemarin Anda telah memberiku kritikan (teguran) tentang baju yang dipamerkan
'Utharid?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Aku tidak
mengirimkannya kepadamu untuk kamu pakai.' Lalu Umar memberikan kain itu kepada
saudaranya yang masih musyrik di kota Makkah. Telah menceritakan kepada kami
Ibnu Numair; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Demikian juga telah diriwayatkan
dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu
Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah; Demikian juga telah
diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Abu Bakr Al Muqaddami; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id
seluruhnya Dari 'Ubaidullah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang
lain; Dan telah menceritakan kepadaku Suwaid bin Sa'id; Telah menceritakan
kepada kami Hafsh bin Maisarah dari Musa bin 'Uqbah keduanya dari Nafi' dari
Ibnu 'Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagaiman Hadits Malik.[14]
Jalur sanad ada 5 yaitu Jalur
Pertama Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab
bin Nufail – Umar bin Al Khaththab bin Nufail - Nafi', maula Ibnu 'Umar - Malik bin Anas bin Malik bin Abi
'Amir- Yahya bin
Yahya bin Bukair bin 'Abdur Rahman, Jalur Sanad kedua adalah Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab
bin Nufail, "Nafi',
maula Ibnu 'Umar, Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin
'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab, Abdullah bin Numair - Muhammad bin 'Abdullah bin Numair, Jalur ketiga
Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail - "Nafi', maula Ibnu 'Umar - Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim
bin 'Umar bin Al Khaththab - Hammad bin Usamah bin Zaid - Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah
Ibrahim bin 'Utsman. Jalur keempat Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab
bin Nufail - "Nafi',
maula Ibnu 'Umar - Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin
'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab - Yahya bin Sa'id bin Farrukh Muhammad bin Abi Bakar bin 'Ali bin
'Atha' bin Miqdam. Jalur kelima Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab
bin Nufail - "Nafi',
maula Ibnu 'Umar -Musa bin 'Uqbah bin Abi 'Ayyasy -Hafsh bin Maysarah -Suwaid bin Sa'id bin Sahal
Hadis penguat terhadap hadis
Muslim 3851 yaitu , yang di riwayat Abu Daud 2 hadis yaitu nomor 3522, dan 909, riwayat Ahmad 14 hadis
yaitu nomor 4879, 5535, 5286, 5109, 303,
327, 4483, 4537, 4737, 5831, 6055, 7541, 8090, dan 25264, di riwayatkan oleh
Bukhari 7 hadis yaitu nomor 2420, 2426,
2826, 5387, 5393, 5523, 837. Di riwayatkan An Nasa’I 6 hadis yaitu nomor 5212,
5211, 5204, 5200, 1542, 1365, di riwayatkan Malik 1 hadis nomor 1432, di
riwayatkan Ibn Majah 1 hadis yaitu nomor 3581dan yang diriwayatkan muslim1
hadis yaitu nomor 3852.[15]
[2] Muslim
ibn Anas al Hajjaj al Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut : Dar Alfikr)
1414 H/1989 M) h. 476
[3] Yahya
bin Syarf An Nawawi, Syarh Shahih Muslim
(Dar Ibn Hazm), Cet. I, 1433 H, h.16;129
[4] Al Abu
Daud Sulaiman bin Asyats,, Sunan Abu
Daud, (Beirut : Darul Hadis Jil. I, 1969), h. 18
[5] Muhammad
bin Isa bin Saurah al Tirmizi, Sunan al-Tirmizi, (Riyad : Maktabah al
Ma’arif al Nasyr wal Tauzi, cet. 1 t. th. h. 178
[6]
Al
Asqalani, ibn Hajar, Fathu al Bari fi Syarh Shahihil Bukhari (Kairo : Dar Diyan al turats, tt, h. 216
[7]
Muhammad Ibn Isma’il ibn Ibrahim al Mughirah ibn Bardizbah al Ju’fi al Bukhari,
Shahih
Bukhari, ( Beirut : Dar al Fikr, 1401 H/1981 M, h.145
[8] Perang
Hunain adalah perang yang terjadi antara Nabi Muhammad SAW. Dan para
Sahabat dan kaum muslimin melawan kaum
Badui dari Suku Hazwin dan Tsaqif pada tahun 630 M atau 8 H. disuatu jalan
menuju Thaif. Dalam Perang Hunain kaum muslimin menang dan mendapat ghanimah
(harta rampasan perang).
[9] www.kutubun.ga/muslim/1759,
memberikan sedekah kepada mualaf dan menahan dari imannya yang kuat, (download
tanggal 24 Oktober 2017 pukul 05.44 Wib)
[10] www.kutubun.ga/bukhari/3990
Pertempuran Thaif bulan Syawwal tahun kedelapan, (download tanggal 24 Oktober
2017 pukul 05.51 Wib)
[11], Syukri
Yusri Daud Syamaun, Komunikasi
Organisasi, (Banda Aceh, Ar-Raniry Press : 2004) h. 10
[12]
Imam Abu Ja’far Muammad bin Jarir Ath Thabari, Shahih Tarikh Ath Thabari, jilid III, (Kairo: Darul
Ma’arif, tt) h. 191
[13] Muhammad
Ibn Isma’il ibn Ibrahim al Mughirah ibn Bardizbah al Ju’fi al Bukhari, Shahih
Bukhari … h.145
[14] Muslim
ibn Anas al Hajjaj al Naisaburi, Shahih Muslim … h. 476
[15] www.kutubun.ga/muslim/3851 Haramnya
menggunakan bejana emas dan perak bagi laki-laki dan perempuan (download
tanggal 25 Oktober 2017 pukul 14.22 Wib)
Langganan:
Postingan (Atom)