Kamis, 09 November 2017

HADIS KRITIK MEMBANGUN

 HADIS KRITIK MEMBANGUN

Dalam Kamus Bahasa Indonesia kritik diartikan kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya;  Kritik Membangun adalah kritik yang bersifat memperbaiki.[1] .
Berdasarkan pengertian diatas kritik merupakan catatan penilaian atau tanggapan terhadap pendapat/perbuatan/karya seseorang. Kritik harus dibedakan dari memcaci atau mengecam, Inti dari kritik adalah menilai, dan menilai itu harus obyektif. Kritik membangun akan meningkatkan prilaku seseorang sehingga mendorong perubahan yang positif, sedangkan kritik tidak membangun akan menyakiti dan mendiskriditkan orang lain. ketika  menyampaikan kritikan seseorang harus mempertimbang baik buruknya bagi yang dikritik, jangan sampai kritikan tersebut justru merendahkan atau menghujat. Kritikan sifatnya positif dan fokus pada persoalan yang dikritik.
Bagaimanakah tuntunan Islam terhadap perbuatan krirtik mengkritik, maka penulis  mencoba memaparkannya berdasarkan penjelasan hadis, sebagai berikut :
a)      Mengkritik bukan Menghibah
Perbuatan ghibah dan kritik sama-sama membicara kebaikan dan kesalahan orang lain, bedanya ghibah tanpa dihadiri orang yang bersangkutan, sedangkan kritik  kecaman atau tanggapan yang ditujukan kepada seseorang  secara langsung. Sebagaimana tertuang pada hadis sebagai berikut :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ   أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
(MUSLIM - 4690) : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hujr mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma'il dari Al A'laa dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya: "Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab; 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.' Seseorang bertanya; 'Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.'[2]
Imam Nawawi mengatakan  ghibah adalah menyebutkan kejelekan orang lain di saat ia tidak ada saat pembicaraan[3].  Ghibah adalah pertanyaan terlarang berkaitan dengan urusan pribadi seseorang, apalagi yang berkaitan dengan aib atau keburukan, sebab dapat merusak hubungan antar sesama dalam kehidupan sosial.  Berbeda dengan kritik, yaitu pertanyaan, sanggahan dan penilaian baik atau buruk terhadap seseorang yang langsung disampaikan kepada yang bersangkutan untuk perbaikan kedepan.
Hadis yang senada dengan ini terdapat pada Sunan Abu Daud  Nomor 4231 Bab penjelasan tentang ghibah,  dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa  ketika "Rasulullah ditanya, tentang ghibah?" beliau menjawab: "Engkau menyebut tentang saudaramu yang ia tidak sukai." Beliau ditanya lagi, "Bagaimana pendapatmu jika apa yang ada pada saudaraku sesuai dengan yang aku omongkan?" Beliau menjawab: "Jika apa yang engkau katakan itu memang benar-benar ada maka engkau telah berbuat ghibah, namun jika tidak maka engkau telah berbuat fitnah."[4]
Terdapat juga pada Sunan Tirmidzi Nomor  1857, Hadits semakna juga diriwayatkan dari Abu Bazrah, Ibnu Umar dan Abdullah bin Amr. Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.[5].  Berkaitan dengan ghibah juga terdapat pada Sunan Ahmad yaitu pada  nomor  8625 dan 8648.
Sebagaimana yang dicontohkan dalam Alqur’an bahwa malaikat pun pernah menyampaikan kritiknya kepada Allah SWT mengenai penciptaan Nabi Adam AS, bahwa penciptaan manusia tersebut akan membuat pertumpahan darah dimuka bumi ini  QS. Al-Baqarah (2) : 30, maka bila mengkritik, lakukanlah secara benar bukan malah jatuh kepada ghibah
Jalur sanad hadis Muslim nomor 4690 ada tiga, yaitu jalur satu  Abdur Rahman bin Shakhr - Abdur Rahman bin Ya'qubAl Alaa bin 'Abdur Rahman  bin  Ya'qub - Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir - Yahya bin Ayyub. Jalur kedua yaitu Abdur Rahman bin Shakhr - Abdur Rahman bin Ya'qubAl Alaa bin 'Abdur Rahman  bin  Ya'qub - Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir – Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah, Jalur ketiga yaitu Abdur Rahman bin Shakhr - Abdur Rahman bin Ya'qubAl Alaa bin 'Abdur Rahman  bin  Ya'qub - Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir - Ali bin Hajar bin Iyas
Dari ketiga jalur ini yang berbeda adalah dijalur pertama terdapat Yahya bin Ayub wafat tahun 234 H, negeri semasa hidupnya Baghdad dan menurut Ibnu Hajar al 'Asqalani bahwa Yahya bin Ayub  adalah tsiqah, pada jalur kedua terdapat Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah, wafat tahun 240 H, negeri semasa hidupnya Hims dan menurut Ibnu Hajar al 'Asqalani bahwa Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah adalah tsiqah[6] dan pada jalur ketiga  terdapat Ali bin Hajar bin Iyas wafat tahun 244 H, negeri semasa hidupnya Baghdad  dan  menurut An Nasa'i  bahwa Ali bin Hajar bin Iyas adalah tsiqah.






b)      Kritik disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan.
Dalam menyampaikan kritik harus langsung kepada yang bersangkutan dengan melihat momen atau waktu yang tepat,  termasuk kondisi pysikologisnya.  Dalam komunikasi langsung kedua belah pihak dapat secara cepat dan tepat dalam menyikapi pesan. Hadis berikut ini memberikan penjelasan bahwa mengkritik harus berhadapan langsung dengan yang dikritik. 
حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ  لَمَّا قَسَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِسْمَةَ حُنَيْنٍ قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ مَا أَرَادَ بِهَا وَجْهَ اللَّهِ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ فَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ثُمَّ قَالَ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَى مُوسَى لَقَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ
 (BUKHARI - 3990) : Telah menceritakan kepada kami Qabishah Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al A'masy dari Abu Wail dari Abdullah katanya, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membagi-bagi rampasan Hunain, ada seorang anshar mengomentari kebijakan Nabi; "Ini adalah pembagian yang tidak diniati mencari wajah Allah." Maka kudatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan kusampaikan kepada beliau, "Kritikan" ini. Serta merta wajah beliau berubah kemudian beliau bersabda: "Kiranya rahmat Allah selalu tercurah kepada Musa yang ia disakiti lebih banyak daripada ini, namun ia lantas bersabar." [7]
               Pasca perang Hunain[8], Nabi  Muhammad SAW memprioritaskan pembagian ghanimah kepada orang-orang tertentu. seperti Abu Sufyan bin Harb, Sufyan bin Umayyah  Al Aqra' bin Habis Uyainah  bin Hisn dan beberapa orang pembesar Arab,  yaitu masing-masing seratus ekor unta,.  akan tetapi kepada  'Abbas bin Mirdas  nabi  memberi kurang dari seratus ekor unta.  Lantas seorang sahabat dari golongan ansor  mengkritik kebijakan nabi ini dengan berkata; "Ini betul-betul pembagian yang tidak adil dan tidak mencari ridha Allah."  Kritikan ini tidak langsung dihadapan Nabi,  Maka ketika hal ini disampaikan kepada Nabi  maka berubahlah raut wajah beliau. Setelah itu, beliau bersabda: "Kalau begitu, lantas siapa lagi yang akan berlaku adil, jika Allah dan Rasul-Nya saja (dikatakan) tidak berlaku adil?" Kemudian beliau bersabda lagi: "Semoga Allah merahmati Musa, sungguh, ia telah disakiti lebih dari ini lalu ia bersabar[9]
               Dalam kasus ini kaum anshor tidak mengetahui maksud dan tujuan Nabi Muhammad SAW. memberikan lebih banyak pembagian harta rampasan perang kepada beberapa pembesar Arab dibanding kepada mereka, padahal maksud Nabi adalah melunakkan hati beberapa pembesar Arab yang baru memeluk Agama Islam (muallaf) setelah fathul makkah. Akhirnya rasul yang mendengar tuduhan ini melakukan klarifikasi kepada sahabat.           
               Jalur sanad hadis Bukhori : 3990 ada satu yaitu :  Abdullah bin Mas'ud binbGhafil bin Habib - Syaqiq bin SalamahSulaiman bin Mihran, Sufyan bin Sa'id bin Masruq, Qabishah bin 'Uqbah bin Muhammad bin Sufyan., seluruhnya tsiqah. Berdasarkan penelurusan di Kutubt tis’ah hadis penguat terhadap Hadis Bukhari ini adalah Hadis Bukhari nomor 3991, 5599, 5635, 5817, 5861 Hadis Muslim 1760, Hadis Ahmad Nomor 3426, 3707, 3934.[10]


c)      Mengkritik tetapi tidak merendahkan
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu oragnisasi.[11] Salah satu nya mengkritik, melakukan kritik terhadap pimpinan tidak dilarang, asal memiliki alasan dan bukti-bukti yang kuat, bukan karena tendensius atau upaya menjegal dan menjatuhkan martabat wibawa pemerintah yang sah. Hadis berikut dapat dijadikan pedoman bagaimana kita melakukan kritik terhadap pimpinan. Saat Rasul menetapkan Usamah bin Zaid Bin Haritsah untuk memimpin perang. Sahabat menilai usianya yang masih relatif muda sekitar 18 tahun tidak akan berhasil memimpin pertempuran menghadapi tentara Romawi,  padahal diantara pasukan ada pejuang mujahidin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar ibn Al Khattab, Abu Ubaidah.  Mendengar kritikan dari beberapa sahabat tesebut  nabi menegaskan bagaimana mereka meragukan kegeniusan dan keberanian Zaid Haritsah yang merupakan ayah kandung dari Usamah.[12]
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ   أَمَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُسَامَةَ عَلَى قَوْمٍ فَطَعَنُوا فِي إِمَارَتِهِ فَقَالَ إِنْ تَطْعَنُوا فِي إِمَارَتِهِ فَقَدْ طَعَنْتُمْ فِي إِمَارَةِ أَبِيهِ مِنْ قَبْلِهِ وَايْمُ اللَّهِ لَقَدْ كَانَ خَلِيقًا لِلْإِمَارَةِ وَإِنْ كَانَ مِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ وَإِنَّ هَذَا لَمِنْ أَحَبِّ النَّاسِ إِلَيَّ بَعْدَهُ
 (BUKHARI - 3919) : Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Said Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Said Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar radliallahu 'anhuma, katanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai pimpinan suatu kaum, dan mereka mengkritik atas kepemimpinanya. Maka Rasulullah bersabda; "Jika kalian mengkritik habis-habisan kepemimpinanya, berarti kalian juga mengkritik habis-habisan kepemimpinan ayahnya sebelum ini. Demi Allah, dia sangat layak untuk memimpin, dahulu ayahnya diantara manusia yang paling aku cintai, dan ia (Usamah) sekarang diantara manusia yang paling aku cintai setelahnya." [13]
Hadis-hadis yang menguat hadis diatas antara lain pada Hadis Bukhari ada 2 yaitu nomor 4109 dan 6650, Pada Hadis Ahmad ada 1 yaitu nomor 5622, pada Hadis Muslim ada  2 yaitu nomor 4452 dan 4453, dan pada Hadis At Tirmidzi ada 1 yaitu nomor 3752.
Jalur Sanad Hadis Bukhari 3919 adalah Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail - Abdullah bin Dinar, maula Ibnu 'Umar - Sufyan bin Sa'id bin
Masruq
, Yahya bin Sa'id bin Farrukh, Musaddad bin Musrihad bin
Musribal bin Mustawrid
. Semua tsiqah.

d)     Mengkritik disertai dengan argumen
Sayyidina Umar mengkritik pakaian Nabi, saat akan menerima para pembesar Arab, dengan menyarankan Nabi memakai pakaian dari bahan sutera, tetapi kritikan tersebut tidak disertai dengan alasan yang kuat. Hadis berikut menggambarkan bagaimana saran dan kritikan Umar Ibn Khattab kepada Nabi supaya terlihat lebih gagah dihadapan sahabat ketika khutbah Jum’at dan disaat menerima para pembesar Arab dengan memakai pakaian yang bahannya terbuat dari sutera, nabi menjelas sebagai berikut :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَأَى حُلَّةً سِيَرَاءَ عِنْدَ بَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اشْتَرَيْتَ هَذِهِ فَلَبِسْتَهَا لِلنَّاسِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلِلْوَفْدِ إِذَا قَدِمُوا عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذِهِ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ ثُمَّ جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهَا حُلَلٌ فَأَعْطَى عُمَرَ مِنْهَا حُلَّةً فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَوْتَنِيهَا وَقَدْ قُلْتَ فِي حُلَّةِ عُطَارِدٍ مَا قُلْتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَمْ أَكْسُكَهَا لِتَلْبَسَهَا فَكَسَاهَا عُمَرُ أَخًا لَهُ مُشْرِكًا بِمَكَّةَ    و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الْمُقَدَّمِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ كُلُّهُمْ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ ح و حَدَّثَنِي سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ كِلَاهُمَا عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِ حَدِيثِ مَالِكٍ
(MUSLIM - 3851) : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya ia berkata; Aku membaca Hadits Malik dari Nafi' dari Ibnu 'Umar; Bahwa 'Umar bin Al Khaththab melihat baju sutera di pajang di depan pintu Masjid, lalu Umar berkata; "Wahai Rasulullah, Alangkah bagusnya seandainya Anda beli untuk Anda pakai berkhutbah pada hari jum'at', dan di saat menerima para utusan 'Arab yang datang menghadap Anda." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Yang memakai sutera ini hanyalah orang yang tidak dapat bagian di akhirat. Tidak berapa lama sesudah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diberi orang beberapa helai pakaian diantaranya kain sutera. Lalu beliau kirimkan kepada 'Umar sehelai. Maka Umar bertanya; "Ya Rasulullah! Bagaimana anda menyuruhku untuk memakai baju sutera ini? Bukankah kemarin Anda telah memberiku kritikan (teguran) tentang baju yang dipamerkan 'Utharid?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Aku tidak mengirimkannya kepadamu untuk kamu pakai.' Lalu Umar memberikan kain itu kepada saudaranya yang masih musyrik di kota Makkah. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Abu Usamah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id seluruhnya Dari 'Ubaidullah; Demikian juga telah diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepadaku Suwaid bin Sa'id; Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Maisarah dari Musa bin 'Uqbah keduanya dari Nafi' dari Ibnu 'Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagaiman Hadits Malik.[14]

Hadis penguat terhadap hadis Muslim 3851 yaitu , yang di riwayat Abu Daud 2 hadis yaitu nomor 3522, dan 909, riwayat Ahmad 14 hadis yaitu nomor  4879, 5535, 5286, 5109, 303, 327, 4483, 4537, 4737, 5831, 6055, 7541, 8090, dan 25264, di riwayatkan oleh Bukhari 7 hadis yaitu nomor  2420, 2426, 2826, 5387, 5393, 5523, 837. Di riwayatkan An Nasa’I 6 hadis yaitu nomor 5212, 5211, 5204, 5200, 1542, 1365, di riwayatkan Malik 1 hadis nomor 1432, di riwayatkan Ibn Majah 1 hadis yaitu nomor 3581dan yang diriwayatkan muslim1 hadis yaitu nomor 3852.[15]



[1] https://kbbi.web.id/kritik, (download  tanggal 22 Oktober 2017,  pukul 09.46 Wib)
[2] Muslim ibn Anas al Hajjaj al Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut : Dar Alfikr) 1414 H/1989 M)  h. 476
[3] Yahya bin Syarf An Nawawi, Syarh Shahih Muslim  (Dar Ibn Hazm), Cet. I, 1433 H, h.16;129
[4] Al Abu Daud Sulaiman bin Asyats,,  Sunan Abu Daud, (Beirut : Darul Hadis Jil. I, 1969), h.  18
[5] Muhammad bin Isa bin Saurah al Tirmizi, Sunan al-Tirmizi, (Riyad : Maktabah al Ma’arif al Nasyr wal Tauzi, cet. 1 t. th. h. 178
[6] Al Asqalani, ibn Hajar, Fathu al Bari fi Syarh Shahihil Bukhari  (Kairo : Dar Diyan al turats, tt, h. 216
[7] Muhammad Ibn Isma’il ibn Ibrahim al Mughirah ibn Bardizbah al Ju’fi al Bukhari, Shahih Bukhari, ( Beirut : Dar al Fikr, 1401 H/1981 M, h.145
[8] Perang Hunain adalah perang yang terjadi antara Nabi Muhammad SAW. Dan para Sahabat  dan kaum muslimin melawan kaum Badui dari Suku Hazwin dan Tsaqif pada tahun 630 M atau 8 H. disuatu jalan menuju Thaif. Dalam Perang Hunain kaum muslimin menang dan mendapat ghanimah (harta rampasan perang). 
[9] www.kutubun.ga/muslim/1759, memberikan sedekah kepada mualaf dan menahan dari imannya yang kuat, (download tanggal 24 Oktober 2017 pukul 05.44 Wib)
[10] www.kutubun.ga/bukhari/3990 Pertempuran Thaif bulan Syawwal tahun kedelapan, (download tanggal 24 Oktober 2017 pukul 05.51 Wib)                
[11], Syukri Yusri Daud Syamaun,  Komunikasi Organisasi, (Banda Aceh, Ar-Raniry Press : 2004) h. 10
[12] Imam Abu Ja’far Muammad bin Jarir Ath Thabari, Shahih Tarikh  Ath Thabari, jilid III, (Kairo: Darul Ma’arif, tt)  h. 191
[13] Muhammad Ibn Isma’il ibn Ibrahim al Mughirah ibn Bardizbah al Ju’fi al Bukhari, Shahih Bukhari … h.145
[14] Muslim ibn Anas al Hajjaj al Naisaburi, Shahih Muslim …  h. 476
[15] www.kutubun.ga/muslim/3851 Haramnya menggunakan bejana emas dan perak bagi laki-laki dan perempuan (download tanggal 25 Oktober 2017 pukul 14.22 Wib)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar